Sabtu, 30 Maret 2013

praktikum teknologi lemak minyak

ACARA IV
PEMURNIAN MINYAK

A.     Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum Acara IV Pemurnian Minyak, yaitu untuk mengetahui pengaruh perlakuan netralisasi dan pemucatan (bleaching) terhadap kualitas pemurnian minyak yang dihasilkan.

B.     Tinjauan Pustaka
1.       Tinjauan Bahan
Menurut sumbernya kita membedakan lemak nabati dan lemak hewani. Lemak nabati berasal dari bahan makanan tumbuh-tumbuhan, sedangkan lemak khewani berasal dari binatang termasuk ikan, telur dan susu. Kedua jenis lemak ini berbeda dalam jenis asam lemak yang menyusunnya. Lemak nabati mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh, yang menyebabkan titik cair yang lebih rendah, dan dalam suhu kamar berbentuk cair, disebut minyak. Lemak khewani mengandung terutama asam lemak jenuh, khususnya mempunyai rantai karbon panjang, yang mengakibatkan dalam suhu kamar berbentuk padat. Lemak berbentuk padat inilah yang biasa oleh orang awam disebut lemak atau gaji. Minyak kelapa, meskipun tergolong minyak nabati, rendah kandungannya akan asam PUFA, tetapi asam lemak tak jenuh disini termasuk rantai pendek dan rantai intermediate, yang tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan sintesa kolesterol di dalam tubuh. Lemak khewani pada umumnya berisi asam lemak jenuh rantai panjang dan sangat miskin akan kadar asam PUFA. Patut dicatat bahwa pada umumnya ikan dan berbagai jenis burung termasuk ayam, dagingnya mengandung sedikit lemak (Sediaoetama, 2000).
Arang aktif atau karbon aktif adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon. Arang aktif merupakan suatu bentuk arang yang telah melalui aktivasi dengan menggunakan gas CO2, uap air, atau bahan-bahan kimia sehingga pori-porinya terbuka dan dengan demikian daya adsorpsinya menjadi lebih tinggi terhadap zat warna dan bau. Arang aktif mengandung 5-15% air, 2- 3% abu, dan sisanya adalah karbon. Arang aktif berbentuk amorf, terdiri atas pelat-pelat datar, disusun oleh atom-atom C yang terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagonal datar dengan satu atom C pada setiap sudutnya. Pelat tersebut bertumpuk-tumpuk satu sama lain membentuk kristal dengan sisa hidrokarbon, ter, dan senyawa organik lain yang tersisa di dalamnya (Tangkuman 2006). Arang aktif berbentuk kristal berukuran mikro, karbon non grafit, yang pori-porinya telah mengalami proses pengembangan kemampuan untuk menyerap gas dan uap dari campuran gas dan zat-zat yang tidak larut atau terdispersi dalam cairan (Roy, 1985 dalam Wijayanti, 2009).
Perbedaan titik leleh disebabkan oleh komposisi asam lemak pada masing-masing sampel. Banyaknya asam lemak jenuh dan asam lemak berantai panjang akan memberikan kontribusi yang nyata bagi peningkatan titik leleh lemak secara keseluruhan (J.M. de Man, 1999). Hal yang sama juga berlaku pada perbedaan nilai bilangan iod dan bilangan penyabunan, dimanakomposisi asam lemak tidak jenuh pada setiap sampel akan berkontribusi pada peningkatan harga bilangan iodnya, sedangkan perbedaan komposisi asam lemak (rantai pendek, sedang dan panjang) akan sangat berpengaruh terhadap harga bilangan penyabunannya (Paquot C., 1999). Kandungan asam lemak jenuh (SFA) pada lemak sapi jauh lebih besar (68%) dibandingkan dengan lemak ayam (33%) dan lemak babi (21%), sedangkan kandungan asam lemak jenuh ganda (PUFA) pada lemak babi relatif lebih besar (25%) daripada lemak ayam (18%) dan lemak sapi (1.2%) (Hermanto,dkk, 2008).
Selain triacylglycerols dan asam lemak bebas, minyak kelapa mentah mengandung sekitar 0,5% dari materi unsaponifiable, sedangkan standar Malaysia (MS239: 1987) memungkinkan tingkat maksimum 0,8% dan Codex (2001) hingga 1,5%. Bahan ini sebagian besar terdiri dari sterol, tocols, squalene, senyawa warna, karbohidrat dan senyawa bau (seperti lakton). Bau yang menyenangkan dan rasa CNO ketika minyak diekstrak dari bahan segar terutama karena γ dan δ-lakton, yang hadir dalam jumlah trace (Young 1983). Minyak laurat dicirikan dari panjang rantai asam lemak pendek dan menengah (C6-C14). Jangkauan ini sekitar 80% pada CNO sementara minyak nabati non-laurat mereka di bawah 2%. Asam-asam lemak utama laurat (12:0) dan miristat (14:0), sekitar 48% dan 18%, sedangkan asam lemak lain adalah tidak lebih dari sekitar 8%. Ini adalah dominan bahwa asam laurat yang memberikan CNO dan PKO sifat yang mencair tajam, yang berarti kekerasan pada suhu kamar (20 ◦C), dikombinasikan dengan titik leleh rendah (24-29 ◦C). Properti yang luar biasa dari minyak laurat menentukan penggunaannya dalam edible field dan membenarkan harga mereka lebih tinggi dibandingkan dengan minyak utama lainnya. Karena ketidakjenuhan yang rendah, minyak laurat juga sangat stabil terhadap oksidasi. Minyak kelapa, dengan IV, biasanya 8-9 sangat stabil. Nilai Stabilitas antara 30 dan 250 jam (metode oksigen aktif, AOM) telah dilaporkan untuk minyak mentah (Young 1983, Swern 1979, hal. 313) tapi lebih tipikal pada 150 jam. Stabilitas minyak sulingan lebih rendah karena hilangnya antioksidan alami selama pemurnian (sekitar 33%) tetapi banyak stabilitas telah pulih setelah penambahan asam sitrat, yang merupakan praktek yang cukup standar dalam deodorisasi minyak. Sangat jarang, CNO rafinasi mengembangkan rasa kenyal selama beberapa jam deodorisasi.
Minyak kacang tanah mengandung proporsi yang tinggi dari asam lemak tak jenuh, oleat tertentu (18:1) dan linoleat (18:2). Palmitat (16:00), stearat (18:00), arachidic (20:00), 11-eicosenoic (20:1), behenic (22:00), dan lignoceric (24:0) juga ditemukan dalam minyak kacang , tetapi hanya asam palmitat melebihi 10%. Asam-asam lemak rantai panjang biasanya ditemukan pada sekitar atau sedikit kurang dari 2%. Dengan pematangan, persentase peningkatan asam oleat, sementara persentase asam linoleat berkurang sedikit. Stabilitas oksidatif minyak kacang tanah sangat berkorelasi dengan rasio asam oleat asam linoleat (Fore et al. 1953). Aflatoksin umumnya dikaitkan dengan porsi protein kacang dan karena itu umumnya tidak ditemukan dalam minyak sulingan. Minyak mentah atau olahan ringan yang cerah mungkin mengandung aflatoxin. Residu dari pengolahan minyak mungkin berisi dari minyak 1-7% tergantung pada apakah ekstraksi ini dilakukan dengan hydraulic press, expeller, dan / atau pelarut pengekstrak (Gunstone, 2002).
2.       Tinjauan Teori
Kotoran yang terdapat dalam minyak terdiri dari 3 golongan, yaitu :
a.    Kotoran yang tidak larut dalam minyak (Fat Insoluble dan Terdispersi dalam Minyak)
Biasanya terdiri dari biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang berasal dari kulit, abu atau mineral yang terdiri dari Fe, Cu, Mg dan Ca, sarta air dalam jumlah kecil. Kotoran ini dapat dipisahkan dengan cara mekanis, yaitu dengan pengendapan,penyaringan dan sentrifugasi.
b.    Kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak
Kotoran ini terdiri dari fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung nitrogen dan senyawa kompleks lainnya. Kotoran ini dapat dihilangkan dengan menggunakan uap panas, elektrolisa disusul dengan proses mekanik seperti pengendapan, sentrifusi, atau penyaringan dengan menggunakan adsorben..
c.    Kotoran yang terlarut dalam minyak (Fat soluble compound)
Kotoran yang termasuk dalam golongan ini terdiri dari asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon; mono dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida; zat warna yang terdiri dari karotenoid, khlorofil. Zat warna lainnya yang dihasilkan dari proses oksidasi dan dekomposisi minyak yang terdiri dari keton, aldehida dan resin serta zat lain yang belum dapat diidentifikasi.
Semakin tinggi nilai rendemen, maka efisiensi netralisasi makin tinggi dan pemakaian larutan kaustik soda dengan konsentrasi yang terlalu tinggi, akan bereaksi dengan sebagian dengan trigliserida sehingga mengurangi jumlah rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk (Ketaren, 1986).
Lemak dan minyak sesudah diisolasi dari sumbernya, mungkin mengandung bahan-bahan resin, karbohidrat, protein, sterol, fenolat, zat warna, fosfatida dan asam lemak bebas. Tujuan pemurnian adalah menghilangkan asam lemak bebas, fosfatida, bahan-bahan resin dan protein. Pemurnian alkali adalah cara yang paling penting dan menggunakan larutan soda kaustik antara 7% dan 25%. Campuran sodium bikarbonat dan etanol-amin organik sering juga digunakan. Lemak atau minyak kasar (crude) sering diberi asam terlebih dahulu untuk menghilangkan bahan getah (gums) dan protein. Minyak tersebut kemudian diaduk dengan larutan soda kaustik pada suhu kira-kira 25oC, meskipun mungkin dapat digunakan suhu lebih tinggi. Campuran itu kemudian didiamkan dan fase yang berbentuk cair atau bahan sabun yang ada dikeluarkan. Zat warna yang ada dalam lemak dan minyak termasuk karotenoid, klorofil dan bahan berwarna yang lain. Untuk mendapatkan lemak dan minyak yang berwarna cerah, perlu diadakan proses pemutihan. Penyerapan zat warna yang paling sering dilakukan adalah dengan menggunakan tanah pemucat (fuller’s earth) dan arang (charcoal) (Buckle, dkk, 1985 )
Deasidifikasi dilakukan setelah tahap degumming (penghilangan gum) untuk memisahkan asam lemak bebas yang terbetuk oleh aktivitas enzim, mikroba, uap air dan oksigen pada pasca panen sawit. Deasidifikasi dengan menggunakan alkali merupakan metode yang paling umum dilakukan pada skala industri karena lebih murah dan efisien dalam mereduksi asam lemak bebas pada minyak mentah/kasar sampai kadar tertentu yang diinginkan. Alkali yang paling sering digunakan untuk netralisasi adalah NaOH (Bhosle dan Subramanian 2004). Menurut Akoh dan Min (2002) netralisasi harus dilakukan dengan benar. Kelebihan penambahan NaOH akan menyabunkan trigliserida dan mereduksi minyak nertal yang dihasilkan (Widarta, dkk. 2008).
Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan. Penggunaan karbon aktif untuk pengolahan juga mempunyai kelemahan karena memungkinkan tertinggalnya logam berat di dalam minyak goreng hasil. Logam berat seperti Zn umumnya digunakan sebagai aktivator pada pembuatan karbon aktif (Widayat,dkk, 2006).
Minyak yang sudah dinetralisasi mengandung residu sabun, logam, produk-produk oksidasi, dan pigmen warna. Untuk itu dilakukan proses pemucatan (bleaching) untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut. Pemutihan awalnya hanya digunakan untuk mengurangi warna. Namun, sekarang proses pemutihan juga digunakan untuk memindahkan atau mengubah dari produk yang di inginkan menjadi bahan yg tidak berbahaya dari bahan berlemak dan minyak. Zscahu W., et al., 2001, menyatakan bahwa kondisi proses pemucatan optimal dapat dicapai pada temperatur 100 – 130oC selama 30 menit dengan injeksi uap bertekanan rendah ke dalam bleacher untuk mengaduk konsentrasi slurry (Suhartono, dkk. 2011).
Bleaching adalah suatu langkah penting dalam proses produksi minyak nabati yang dapat dimakan. Bleaching adalah proses adsorpsi materi terutama pewarna (pigmen) dan bagian kecil lainnya dari bleaching clays yang digunakan. Selama bleaching minyak nabati, peroksida terdegradasi dan terhapus, sisa sabun dan sebagian Cu dan Fe dikeluarkan dan sisa fosfolipid teradsorpsi. Ketahanan minyak dari ketengikan berkurang karena beberapa antioksidan alami seperti tokoferol dikeluarkan dan hidrolisis parsial minyak berlangsung (Patterson, 1992; Bailey, 1996;. Omar dkk, 2003) Secara alamiah, tanah liat penjernihan netral atau non aktif berasal dari deposit mineral tanah liat "Bentonit". Tanah liat yang digunakan dalam berbagai industri minyak nabati dari tanah liat netral alami menjadi tanah liat aktif sangat asam. Namun, karbon aktif merupakan bahan yang mahal. Ada peningkatan minat menggunakan bahan biaya rendah untuk adsorpsi sebagai alternatif untuk karbon aktif. Sebuah adsorben yang cocok harus memenuhi kriteria sebagai berikut: ia harus memiliki afinitas tinggi dan tinggi kapasitas adsorpsi untuk adsorbat, melainkan harus berasal dari perlakuan yang aman dan ekonomis, melainkan harus dapat diperpanjang, jika mungkin. Arang adalah produk karbonisasi dari kayu, cangkang buah, sekam biji, bara coklat, lignit, arang tulang dan berbagai bahan alami lainnya. Sekam biji adalah bahan biaya rendah yang menarik (Hassanein, et al 2011).
Teknik-teknik penyulingan terdiri dari degumming air atau asam, pemurnian alkali, pemutihan dan deodorisasi. Minyak dan lemak olahan dapat diproses lebih lanjut dengan hidrogenasi dan winterization untuk keperluan makanan yang berbeda. Masing-masing proses teknologi mempengaruhi sifat minyak; karakter efek ini membentuk dasar dari diskusi saat ini (Mounts, 1981).
Minyak pangan dalam bahan pangan biasanya diekstraksi dalam keadaan tidak murni dan bercampur dengan komponen-lain yang disebut fraksi lipida. Fraksi lipida terdiri dari minyak/lemak (edible fat/oil), malam (wax), fosfolipida, sterol, hidrokarbon, dan pigmen. Untuk membedakan komponen-komponen fraksi lipida dipergunakan NaOH. Minyak/lemak makan, malam, dan fosfolipida dapat disabunkan dengan NaOH; sedangkan sterol, hidrokarbon, dan pigmen adalah fraksi yang tidak tersabunkan.
Lemak/minyak makan                    garam Na-asam lemak + gliserol
Malam                        + NaOH à  garam Na-asam lemak + alkohol
Fosfolipida                                     garam Na-asam lemak+gliserol + Na3PO4 + Amina
(Winarno, 1992)

C.     Metodologi
1.       Alat
·     Beker glass
·     Erlenmeyer
·     Corong
·     Pengaduk
·     Kompor listrik
·     Kertas saring
2.       Bahan
·     NaOH
·     Karbon aktif
·     Minyak kelapa
·     Minyak kacang
·     Minyak ayam
·     Minyak sapi
3.       Cara Kerja
a.    Netralisasi


















b.    Pemucatan (Bleaching)


Ditimbang minyak dan arang aktif
 
















D.     Hasil dan Pembahasan
Tabel 4.1 Hasil Netralisasi Minyak
Kel
Sampel
Berat awal (gr)
Berat akhir (gr)
Rendemen  (%)
Rata-rata (%)
1
Minyak kelapa
10
9,8
98
91,5
10
10
8,5
85
2
Minyak kacang
10
10,5
105
93,5
9
10
8,2
82
4
Minyak ayam
10
10
100
82,5
7,8
10
6,5
65
3,5
Minyak sapi
10
9,8
98
101,5
6
10
10,5
105
Sumber : Laporan Sementara

Minyak merupakan bahan yang sering kita butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Minyak yang berasal dari hasil ekstraksi berada dalam keadaan yang kurang bersih, sehingga biasanya pada industri pembuatan minyak dilakukan proses pemurnian minyak.
Menurut Ketaren (1986), kotoran dalam minyak terdiri dari 3 golongan, yaitu :
d.           Kotoran yang tidak larut dalam minyak (Fat Insoluble dan Terdispersi dalam Minyak)
Biasanya terdiri dari biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang berasal dari kulit, abu atau mineral yang terdiri dari Fe, Cu, Mg dan Ca, sarta air dalam jumlah kecil. Kotoran ini dapat dipisahkan dengan cara mekanis, yaitu dengan pengendapan,penyaringan dan sentrifugasi.
e.            Kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak
Kotoran ini terdiri dari fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung nitrogen dan senyawa kompleks lainnya. Kotoran ini dapat dihilangkan dengan menggunakan uap panas, elektrolisa disusul dengan proses mekanik misalnya pengendapan.
f.            Kotoran yang terlarut dalam minyak
Kotoran yang termasuk dalam golongan ini terdiri dari asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida.
Deasidifikasi dengan menggunakan alkali merupakan metode yang paling umum dilakukan pada skala industri karena lebih murah dan efisien dalam mereduksi asam lemak bebas pada minyak mentah/kasar sampai kadar tertentu yang diinginkan. Alkali yang paling sering digunakan untuk netralisasi adalah NaOH (Bhosle dan Subramanian 2004). Menurut Akoh dan Min (2002) netralisasi harus dilakukan dengan benar. Kelebihan penambahan NaOH akan menyabunkan trigliserida dan mereduksi minyak nertal yang dihasilkan (Widarta, dkk. 2008).
Menurut Winarno (1992) fraksi lipida terdiri dari minyak/lemak (edible fat/oil), malam (wax), fosfolipida, sterol, hidrokarbon, dan pigmen. Untuk membedakan komponen-komponen fraksi lipida dipergunakan NaOH. Minyak/lemak makan, malam, dan fosfolipida dapat disabunkan dengan NaOH; sedangkan sterol, hidrokarbon, dan pigmen adalah fraksi yang tidak tersabunkan.
Lemak/minyak makan                    garam Na-asam lemak + gliserol
Malam                        + NaOH à  garam Na-asam lemak + alkohol
Fosfolipida                                     garam Na-asam lemak+gliserol + Na3PO4 + Amina
Dalam praktikum kali ini dilakukan pemurnian minyak dengan cara netralisasi dengan penambahan larutan NaOH pada sampel minyak kelapa, minyak kacang, minyak ayam dan minyak sapi.
Lemak dan minyak sesudah diisolasi dari sumbernya, mungkin mengandung bahan-bahan resin, karbohidrat, protein, sterol, fenolat, zat warna, fosfatida dan asam lemak bebas. Tujuan pemurnian adalah menghilangkan asam lemak bebas, fosfatida, bahan-bahan resin dan protein. Pemurnian alkali adalah cara yang paling penting dan menggunakan larutan soda kaustik antara 7% dan 25%. Minyak tersebut kemudian diaduk dengan larutan soda kaustik pada suhu kira-kira 25oC, meskipun mungkin dapat digunakan suhu lebih tinggi. Campuran itu kemudian didiamkan dan fase yang berbentuk cair atau bahan sabun yang ada dikeluarkan (Buckle, dkk, 1985). Endapan sabun yang dihasilkan kemudian dipisahkan dengan corong pemisah.
Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa rata-rata rendemen tertinggi terdapat pada lemak sapi (101,5%), diikuti minyak kacang (93,5%), minyak kelapa (91,5%), dan rendemen terendah pada minyak ayam (82,5%). Semakin rendah jumlah rendemen yang didapatkan, semakin banyak jumlah asam lemak pada sampel yang tersabunkan/ saponifikasi. Hal ini terkait kandungan minyak kasar pada sampel. Perbedaan komposisi asam lemak (rantai pendek, sedang dan panjang) akan sangat berpengaruh terhadap harga bilangan penyabunannya. Kandungan asam lemak jenuh (SFA) pada lemak sapi jauh ebih besar (68%) dibandingkan dengan lemak ayam (33%), sedangkan kandungan asam lemak jenuh ganda (PUFA) pada lemak babi relatif lebih besar (25%) daripada lemak ayam (18%) dan lemak sapi (1.2%) (Hermanto,dkk, 2008)
Menurut Hermanto,dkk (2008) lemak sapi memiliki bilangan penyabunan yang lebih rendah dibanding lemak ayam. Hal ini menunjukkan bahwa lemak sapi memiliki berat molekul yang lebih tinggi dibanding lemak ayam. Bilangan penyabunan adalah jumlah basa yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah minyak. Bilangan penyabunan biasanya berhubungan dengan berat molekul suatu minyak/lemak. jika suatu minyak memiliki berat molekul kecil maka bilangan penyabunannya besar dan sebaliknya. Sehingga NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak sapi lebih sedikit bila dibandingkan dengan asam lemak ayam. Dan dari hasil praktikum, rata-rata rendemen yang didapatkan menunjukkan angka yang melebihi 100%, hal ini dimungkinkan karena kesalahan praktikan.
Menurut Gunstone (2002) minyak kacang tanah mengandung proporsi yang tinggi dari asam lemak tak jenuh, oleat tertentu (18:1) dan linoleat (18:2). Palmitat (16:0), stearat (18:0), arachidic (20:0), 11-eicosenoic (20:1), behenic (22:0), dan lignoceric (24:0). Selain triacylglycerols dan asam lemak bebas, minyak kelapa mentah mengandung sekitar 0,5% dari materi unsaponifiable, sedangkan standar Malaysia (MS239: 1987) memungkinkan tingkat maksimum 0,8% dan Codex (2001) hingga 1,5%. Bahan ini sebagian besar terdiri dari sterol, tocols, squalene, senyawa warna, karbohidrat dan senyawa bau (seperti lakton).
Dapat diketahui bahwa NaOH yang digunakan untuk menetralkan minyak asam lemak dengan BM (berat molekul) besar lebih sedikit bila dibandingkan dengan asam lemak dengan BM kecil. Palmitat memiliki angka penyabunan lebih besar daripada stearat. Karena partikel asam lemak dengan BM yg lebih besar jumlahnya lebih sedikit dari pada partikel asam lemak dengan BM yang lebih kecil dengan massa yang sama. Sehingga NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas pada kacang lebih sedikit bila dibandingkan dengan asam lemak bebas pada kelapa. Sehingga dapat diketahui bahwa semakin sedikit jumlah NaOH yang digunakan dalam proses netralisasi, maka semakin tinggi rendemen yang didapatkan. Menurut Ketaren (1986), semakin tinggi nilai rendemen, maka efisiensi netralisasi makin tinggi dan pemakaian larutan kaustik soda dengan konsentrasi yang terlalu tinggi, akan bereaksi dengan sebagian dengan trigliserida sehingga mengurangi jumlah rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk.
Tabel 4.2 Hasil Pemucatan Minyak
Kel
Sampel
Berat arang aktif (gr)
Berat minyak (gr)
Warna
Awal
akhir
awal
Akhir
Sebelum
Sesudah
1
Minyak kelapa
0,194
0,2225
9,8
7,5
Kuning jernih
Bening
10
0,085
0,1034
8,5
4,3
Bening
Bening
2
Minyak kacang
0,21
0,3
10,5
6,7
Kuning keruh
Kuning jernih
9
0,0842
0,0911
8,2
5,3
Kuning keruh
Kuning jernih
4
Minyak ayam
0,2031
0,205
10
5,6
Kuning keruh
Kuning jernih
7,8
0,065
0,2
6,5
3,3
Kuning
Kuning cerah
3,5
Minyak sapi
0,196
0,3
9,8
5,4
Kuning keruh
Kuning jernih
6
0,1
0,6
10,5
4,5
Kuning keruh
Kuning cerah
Sumber : Laporan Sementara

Biasanya pemurnian minyak dilakukan oleh industri besar untuk memisahkan minyak dari kotoran-kotoran yang mungkin mengotori minyak. Namun, pemurnian minyak dalam praktikum kali ini dilakukan untuk memurnikan kembali atau memucatkan kembali minyak jelantah yang telah kotor oleh proses penggorengan. Pemurnian minyak dengan metode sederhana menggunakan absorben ini sering disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk memucatkan kembali minyak jelantah yang telah kotor untuk kemudian dijual kembali.
Tujuan utama pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.
Dalam praktikum kali ini digunakan minyak jelantah yang berasal dari minyak sawit. Dan sebagai absorben digunakan arang aktif dengan konsentrasi yang bervariasi untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi arang aktif yang digunakan terhadap minyak yang telah dimurnikan.
Pertama minyak jelantah dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 70-800C, kemudian setelah mencapai suhu tersebut, absorben dimasukkan. Setelah itu, dipanaskan kembali sampai suhu antara 100-1500C selama 20 menit. Setelah itu minyak disaring, kemudian disentrifuge dan terakhir diabsorbansi.
Digunakan absorben arang aktif karena arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25- 1000 persen terhadap berat arang aktif (Darmawan, 2008).
Dalam praktikum ini digunakan macam-macam konsentrasi arang aktif (Tabel 4.1) dengan sampel minyak jelantah yang  selanjutnya dilakukan bleaching dan sebagai kontrol adalah minyak jelantah yang belum dilakukan bleaching. Bleaching atau pemucatan merupakan proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Bleaching dimaksudkan untuk menghilangkan berbagai zat warna dalam minyak. Bleaching ini dilakukan dengan pemberian zat pengabsorbsi (absorben). Absorben yang sering digunakan adalah arang aktif, bleaching-earth baik yang alami maupun buatan.
Dari data (Tabel 4.1), dapat dilihat bahwa absorbansi minyak jelantah kontrol menunjukkan nilai absorbansi tertinggi. Hal ini berarti minyak tersebut masih keruh karena belum dilakukan bleaching, sedangkan pada sampel yang telah dilakukan bleaching dengan penambahan arang aktif, nilai absorbansinya dibawah nilai absorbansi jelantah kontrol. Nilai absorbansi tertinggi yaitu pada penambahan absorben 2% sebesar 0.745. Kemudian diikuti oleh absorben 0.5% sebesar 0.672; absorben 1.5% sebesar 0.634 dan absorben 1% sebesar 0.572. Menurut teori, seharusnya nilai absorbansi menurun dengan naiknya konsentrasi absorben atau dengan kata lain, nilai absorbansi berbanding terbalik dengan konsentrasi absorben yang digunakan. Penyimpangan yang terjadi mungkin dikarenakan absorben yang digunakan. Jika absorben yang digunakan sebelumnya telah digunakan atau dengan kata lain sudah pernah dipakai maka kemungkinan besar komponen yang ada pada pori-pori absorben malah bebas ketika dilakukan pemanasan sehingga mengotori minyak yang sedang diabsorbsi dan daya serap dari absorben yang digunakan menurun.
Menurut Ketaran (1986) bahwa bahan aktif yang biasanya dipakai untuk pemucatan berjumlah kurang lebih 1.0-1.5 persen. Sedangkan % loss merupakan pengurangan massa atau volume minyak setelah mengalami proses pemurnian. Nilai % loss berbanding terbalik dengan absorbansi. Semakin tinggi absorbansi, maka % loss nya semakin sedikit sebaliknya. Semakin tinggi absorbansi dengan penambahan absorben, maka semakin kecil % loss nya. Dengan kata lain, absorben yang digunakan sudah terkandung bermacam-macam zat sebelumnya sehingga menghambat daya serat absorben ketika digunakan. Kotoran yang ada pada minyak diserap dengan absorben sehingga nilai absorbansinya menurun dan % loss nya meningkat. Persen loss yang besar dapat mengindikasikan bahwa kotoran yang terserap dalam minyak semakin besar sehingga akan membuat warna minyak menjadi cerah dan bagus. Namun untuk skala industri, jika persen lossnya besar, hal ini akan menurunkan nilai produksi.
Untuk persen absorben paling optimal yang digunakan adalah dengan konsentrasi 1.5% karena menghasilkan nilai minyak dengan tingkat kekeruhan yang rendah atau lebih pucat dengan persen loss yang kecil.


E.     Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan :
1.       Lemak dan minyak sesudah diisolasi dari sumbernya, mungkin mengandung bahan-bahan resin, karbohidrat, protein, sterol, fenolat, zat warna, fosfatida dan asam lemak bebas
2.       Tujuan pemurnian adalah menghilangkan asam lemak bebas, fosfatida, bahan-bahan resin dan protein
3.       Kelebihan penambahan NaOH akan menyabunkan trigliserida dan mereduksi minyak nertal yang dihasilkan
4.       Rata-rata rendemen tertinggi terdapat pada lemak sapi (101,5%), diikuti minyak kacang (93,5%), minyak kelapa (91,5%), dan rendemen terendah pada minyak ayam (82,5%)
5.       Semakin sedikit jumlah NaOH yang digunakan dalam proses netralisasi, maka semakin tinggi rendemen yang didapatkan
6.       Absorben arang aktif mampu memucatkan minyak jelantah dengan penambahan antara 0,5-2 persen.
7.       Penambahan absorben 1,5% dapat memberikan nilai pemucatan yang baik dan memberikan nilai persen loss yang kecil.
8.       Pada penambahan konsentrasi absorben yang berbeda intensitas absorbansi warna nya yaitu : kontrol > 2% > 0,5% > 1,5% > 1%.
9.       Pada penambahan konsentrasi absorben yang berbeda, persen loss nya yaitu : 1% > 2% > 1,5% > 0,5%. 
10.   Nilai loss berbanding terbalik dengan nilai absorbansi minyak.
11.   Dengan penambahan absorben kotoran dalam minyak akan terserap absorben sehingga terjadi susut berat (loss).









DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. UI-Press. Jakarta
Darmawan, Agus Dwi. 2008. Glosari. Diakses tanggal 22 Mei 2008. http://jurnalnasional.com/?med+koran%20Harian&sec=sains%20dan%20Teknologi.
Gunstone, Frank D. 2002. Vegetable Oils In Food Technology Composition, Properties and Uses. Blackwell Publishing. France
Hassanein, M. M. M., S.M. El- Shami and F.S. Taha. 2011. Evaluation Of Peanut Hulls As An Alternative To Bleaching Clays. Grasas Y Aceites, 62 (3), 299-307
Hermanto, Sandra, Anna Muawanah, Rizkina Harahap. 2008. Profil dan Karakteristik Lemak Hewani (Ayam, Sapi dan Babi) Hasil Analisa FTIR dan GCMS. Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta :102-109
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.
Mounts,T.L. 1981. Chemical and Physical Effects of Processing Fats and Oils The Journal Of The American Oil Chemists·Society. Vo1.58. No.1. Pages:51A-54A
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I . Dian Rakyat. Jakarta
Suhartono, Jono, Carlina Noersalim, Putri L. Mustari, Dine M. Olivia. 2011. Pengaruh Kecepatan Pengadukan pada Bleaching Minyak Dedak Padi Melalui Proses Adsorpsi Menggunakan Arang Tulang Aktif. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 22 Februari
Widarta, I Wayan Rai, Nuri Andarwulan, Tri Haryati. 2008. Kendali Proses Deasidifikasi dalam Pemurnian Minyak Sawit Merah Skala Pilot Plant. Prosiding SeminarPATPI, Palembang, 14-16 Oktober :1071-1080
Widayat, Suherman dan K Haryani. 2006. Optimasi Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bekas dengan Adsorbent Zeolit Alam : Studi Pengurangan Bilangan Asam. Jurnal Teknik Gelagar Vol. 17, No 01, April : 77 - 82
Wijayanti,Ria. 2009. Arang Aktif Dari Ampas Tebu Sebagai Adsorben Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Skripsi Departemen Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Winarno,F.G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

LAMPIRAN

Kelompok 4
% rendemen minyak   =
=
= 100 %


Tidak ada komentar:

Posting Komentar