Jumat, 02 November 2012

BIJI SAGA POHON (kuliah legum)


Tugas Teknologi Legum, Sereal, dan Umbi Serat Herbal
BIJI SAGA POHON



Disusun Oleh:
Kelompok 4
1.             Atikah Puspitasari U      (H0909013)
2.             Fidya Amalia Sasty         (H0909030)
3.             Puji Pawestri Rahayu    (H0909056)
4.             Syifa Nurani                    (H0909065)
5.             Andri Andristian            (H1911001)
6.             Nur Wachidah R            (H1911011)




PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012


A.      BOTANI
1.         Definisi
Saga pohon (Adenanthera pavonina) adalah salah satu jenis leguminousa yang buahnya menyerupai petai (tipe polong) dengan bijinya kecil berwarna merah. Saga umum dipakai sebagai pohon peneduh di jalan-jalan besar. Dahulu biji saga dipakai sebagai penimbang emas karena beratnya yang selalu konstan. Daunnya dapat dimakan dan mengandung alkaloid yang berkhasiat bagi penyembuhan reumatik. Bijinya mengandung asam lemak sehingga dapat menjadi sumber energi alternatif (biodiesel). Kayunya keras sehingga banyak dipakai sebagai bahan bangunan serta mebel. Dalam biji Saga ini sendiri terkandung protein dalam jumlah yang cukup tinggi sehingga Saga mampu memproduksi biji kaya protein serta punya ongkos produksi yang murah.
Benih hanya dapat tumbuh jika tergores (diskarifikasi), direbus selama 1 menit, atau direndam dalam asam sulfat. Hal ini menunjukan bahwa di alam, benih tersebut harus dimakan dan melewati system pencernaan hewan sebelum proses perkecambahan. Bunga-bunga yang kecil baunya samar-samar seperti bunga pohon jeruk. Bunganya berbentuk kecil, kekuningan, harum, padat merapat bunganya. buahnya matang jika warna kulit luarnya berubah warna dari hijau menjadi cokelat, melengkung, menggulung dan terbelah dan mengeluarkan biji merah yang cerah (Anonim, 2012).








2.         Taksonomi
Kingdom                   : Plantae – Plants
Subkingdom                         : Tracheobionta – Vascular plants
Superdivision            : Spermatophyta – Seed plants
Division                    : Magnoliophyta – Flowering plants
Class                                     : Magnoliopsida – Dicotyledons
Subclass                    : Rosidae
Order                        : Fabales
Family                       : Fabaceae – Pea family
Genus                        : Adenanthera L. – beadtree P
Species                      : Adenantherapavonina L. – red beadtree P
(USDA, 2012).
Gambar
p004a.jpgimages.jpg
3.         Struktur tanaman biji saga   
unduhan.jpg
Adenanthera pavonina atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan biji saga merupakan pohon yang berukuran sedang hingga besar, dengan tinggi 6-15 meter dan berdiameter hingga 45 cm, tergantung lokasi tumbuhnya. Pada umumnya pohon tersebut tegak, mempunyai kulit kayu coklat tua hingga keabu-abuan, kulit kayu bagian dalamnya lunak, cokelat pucat, kelopaknya berjalar, umumnya beberapa berakar, seperti ditopang batang pohon yang sudah tua. Daunnya berpasangan atau menyirip sampai puncaknya, 2-6 pasang daun muda yang berlawanan, masing-masing 8-21 daun muda pada tangkai yang pendek, oval lonjong, dengandasar yang asimetris dengan puncak yang tumpul, hijau kusam pada bagian puncaknya dan biru kehijauan pada bagian bawah, daun menguning dengan bertambah usia pohon tersebut (Orwa et all, 2009).
Pohon berukuran sedang, tinggi dapat mencapai 40 m, diameter dapat mencapai 45 cm  bahkan lebih,  menggugurkan daun,  pada umumnya tidak berbanir, permukaan kulit batang beralur berwarna cokelat keabua-abuan, kulit bagian dalam lunak berwarna cokelat pucat.   Tajuk pohon bentuk menyebar tidak merata. Daun tersusun  spiral, panjang  15 – 55  cm, bentuk lonjong, menyirip rangkap dengan 2–6 pasang sirip, anak daun  4  –  10,  berseling,  bentuk bundar telur atau bundar telur membalik,  ukuran daun 1,5 – 4,5 cm x 1 – 2,2 cm, bertepi rata. Berdaun penumpu kecil dan berbulu. Perbungaan   terminal   atau diketiak daun terdapat banyak bunga, menyerupai tandan panjang  12–30  cm (termasuk gagang bunga). Bunga kecil warna putih kekuningan,  masing-masing terdiri  5  bagian, daun kelopak agak meroda,   sedikit berbulu, daun mahkota lonjong,     bulu jarang, berkatupan; benang sari  10, satu sama  lain terpisah; bakal buah menumpang,  mempunyai satu ruang dengan banyak bakal biji. Buah   saga   telik berbentuk polong warna cokelat, ukuran polong  15 – 25cm x 1,3 - 1,8 cm, polong memuntir, isi polong berbiji sampai  25  biji, polong pecah melalui kampuh pada kedua sisinya. Biji berwarna merah,   mengkilat, lonjong, agak bundar-bundar telur terbalik, ukuran biji  7 – 9 mm  x  7–9,5mm, cembung. Jumlah biji terdapat  3200 – 3400 butir/kg (KusmanadanSofar, 2010).
Daun majemuk menyirip genap, tumbuh berseling, jumlah anak daun bertangkai 2-6 pasang, helaian daun 6-12 pasang, panjang tangkainya mencapai 25 cm, daun berwarna hijau muda. Bunga kecil-kecil berwarna kekuning-kuningan, korola 4-5 helai, benang sari berjumlah 8-10 ( Pasific Island Ecosistems at Risk, 2004). Polong berwarna hijau, panjangnya mencapai 15 sampai 20 cm, polong yang tua akan kering dan pecah dengan sendirinya, berwarna coklat kehitaman. Setiap polong berisi 10-12 butir biji. Biji dengan garis tengah 5-6 mm, berbentuk segitiga tumpul, keras dan berwarna merah mengkilap (Stone, 1970 yang dikutip Topilab, 2005).
Bijnya memiliki pleuragramatau permukaan lateral garis merekah yang mengikuti kontur biji dan membuka pada akhir hilar. Hilum berbentu kelips, kadang-kadang tertutup oleh aril dan kayu, dan berlekuk.
Endospermanya banyak, terletak pada permukaan embrio, dan tembus pandang, serta tergelatinisasi jika bertemu dengan air. Embrio yang kuning memiliki poros yang lurus dan hampir simetris. Kotiledon berbentuk seperti biji (Rocas, 2012).
B.       URAIAN PROSES PENGOLAHAN
1.         Tempe Saga
Tempe  adalah  makanan  khas  Indonesia  sedangkan  definisi  menurut  SNI  No.  01-3144-1992    adalah  produk makanan  hasil fermentasi biji kedele oleh kapang tertentu, berbentuk padatan kompak dan berbau khas serta.berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Pembuatan Tempe dilakukan dengan proses fermentasi, yaitu dengan menumbuhkan kapang Rhizopus oryzae pada kedelai matang yang telah dilepaskan kulit epidermisnya.
Permasalahan kebutuhan terhadap kedelai di dalam negeri dan meningkatnya konsumsi tempe mendorong untuk  mencari  alternatif  yang  dapat  memecahkan  permasalah  yaitu  terpenuhinya  sumber  protein  pengganti  kedelai sebagai  bahan dasar pembuatan  tempe  namun  tanpa  menghilangkan  kandungan gizinya. Biji saga pohon dapat menjadi alternatif bahan baku tempe, karena senyawa gii di dalamnya tidak jauh beda dengan kedelai. Tabel di bawah menerangkan kandungan gizi bij saga pohon, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, dan kecipir.
Secara umum, proses pembuatan tempe kedelai dimulai dari pencucian, pengupasan, pengukusan, peragian, pembungkusan, dan inkubasi. Tempe saga pun melalui tahapan proses yang sama. Namun, karena terdapat beberapa karakteristik biji saga pohon yang memerlukan perhatian lebih, maka beberapa tahapan juga dilakukan sedikit perlakuan tambahan dari proses pembuatan tempe kedelai. Urutan dan uraian pengolahan tempe saga berikut berdasarkan dari penelitian Haryoko dan Nova (2006) serta Gustiningsih dan Dian (2011):
a.         Pencucian
Biji saga dicuci untuk menghilangkan atau memisahkan kotoran yang menempel pada kulit biji saga.
b.        Perebusan
Perebusan bukan merupakan proses pematangan, melainkan proses penghilangan bau langu dari biji saga. Proses ini dilakukan selama 40-45 menit. Dalam penelitian Haryoko dan Nova (2006), soda kue ditambahkan dalam perebusan. Soda kue berfungsi sebagai agen penghilang bau langu yang disebabkan oleh senyawa anti-tripsin (Supriyadi, 2003).
c.         Pencucian ulang
Pada tahap ini, selain dicuci, biji saga juga diremas-remas agar kulitnya yang berwarna merah terkelupas. Kulit biji saga sangat keras dan terlindung lapisan lilin, sehingga pada sumber lain terdapat modifikasi proses di mana sebelum diremas-remas terlebih dahulu biji saga tersebut direndam selama 36 jam untuk memudahkan pengupasan.
d.        Perendaman
Perendaman dapat dilakukan setelah bij terkelupas ataupun sebelum terkelupas. Tujuan perendaman setelah biji terkelupas adalah untuk menghilangkan bau langu kembali. Sedangkan perendaman sebelum biji terkelupas akan memudahkan proses terkelupasnya kulit biji saga. Tujuan umum perendaman sendiri adalah untuk menurunkan pH oleh karena tumbuhnya bakteri asam laktat sehingga dapat mencegah pembusukan. Namun demikian, hal tersebut tidak akan mematikan kapang yang akan ditumbuhkan sebagai agen fermentasi.
e.         Pengukusan
Biji saga yang telah terkelupas dikukus selama 30 menit didalam panci yang berisi air. Pengukusan dilakukan untuk menghilangkan bau juga. Bau langu yang ditimbulkan biji saga sangat kuat sehingga perlu dilakukan beberapa tahap penghilangan bau langu.
f.         Pengeringan
Setelah dikukus, biji saga ditiriskan dari tempat perebusan untuk kemudian dikeringkan. Dapat pula pengeringan dilakukan dengan cara menghilangkan air dalam panci lalu memasaknya lagi di atas kompor dengan terus diaduk. Pengadukan harus terus dilakukan agar biji saga tidak hangus. Pengeringan penting dilakukan karena proses peragian harus dlaam keadaan kering.
g.        Peragian
Ragi ditambahkan sejumlah 2 gram untuk setiap kilogram biji saga kering. Ragi tempe yang digunakan sama dengan ragi tempe kedelai pada umumnya yaitu Rhizopus oryzae. Menurut Aguskrisno (2011) kapang inilah yang berperan dalam mengompakan tekstur tempe saga. Biji saga akan disatukan oelh miselia yng dihasilkan kapang tersebut. Selain itu, kapang tersebut dapat menghasilkan enzim yang dapat merombak protein biji saga menjadi asam-asam amino yang lebih sederhana dan lebih mudah diserap tubuh.
h.        Pembungkusan
Biji saga yang telah dicampur ragi kemudian dibungkus. Kemasan yang digunakan dapat berupa daun pisang, daun jati, maupun plastik. Namun, jika menggunakan kemasan plastik maka bagian atas dan bawah nya perlu dilubangi. Pemberian lubang didasarkan pada sifat Rhizopus oryzae yang aerob. Hal tersebut sesuai dengan Scory dkk (1998) yaitu Rhizopus oryzae secara aerobic dapat mengubah glukosa dalam medium kimia menjadi L-asam laktat. Lalu, Rhizopus oryzae bukan merupakan tipe organisme yang tumbuh di bawah kondisi anaerob.
i.          Inkubasi
Bungkusan tempe diinkubasi atau didiamkan dalam ruangan yang kering dan memiliki sirkulasi udara yang cukup. Tempe akan jadi setelah inkubasi 36 jam. Atau setelah 16 - 18 jam, bungkusan dibalik agar tidak berkeringat, lalu dilanjutkan inkubasi kembali selama 14 – 16 jam. Menurut Sarwono (1996) inkubasi juga dapat dilakukan selama 48 jam, asalkan tidak lebih dari itu karena tempe dapat busuk.
2.         Susu Saga
Susu merupakan salah satu minuman  yang  banyak mengandung  protein  dan  vitamin,  dan oleh karena itu banyak dikonsumsi oleh hampir semua golongan umur.  Salah  satu syarat mutu susu yang  baik adalah kadar  protein  minimal  3%.  Susu dapat dibuat dari jenis tanaman kacang-kacangan karena  di  dalamnya terkandung  protein  yang  cukup besar,  contohnya kedelai.  Selain kedelai,  terdapat beberapa jenis tanaman kacang-kacangan  yang memiliki potensi kandungan protein  cukup besar,  salah satunya buah  Saga.  Pembuatan susudari biji buah  Saga  diharapkan dapat menjadi alternative pengganti nutrisi protein susu sapi dan susu kedelai.
Pembuatan susu biji saga mirip dengan pembuatan susu kedelai. Untuk pembuatan susu kedelai, pertama kedelai dibersihkan lalu dicuci bersih, direbus sekitar 15 menit, direndam semalam dengan air bersih, dicuci dan dikupas kulitnya, digiling atau diblender, ditambah air panas 1:8, dan disaring. Filtrat yang diperoleh lalu ditambah gula dan bahan lain sesuai perlakuan. Fitrat disaring kembali, lalu dipanaskan sambil diaduk (tidak sampai mendidih). Susu kedelai yang diperoleh kemudian dimasuk- kan dalam botol steril dan direbus 10-15 menit lalu botol ditutup. Botol berisi susu direbus lagi 15 menit lalu didingin- kan. Selanjutnya susu siap disimpan.
Proses pembuatan susu biji saga menurut Yunanta dan Frederikus (2009) yaitu, biji saga ditimbang masing-masing 50 gram  untuk tiap variabel percobaan, kemudian direndam dalam 200 ml larutan NaHCO3 0,5% selama 15  menit. Biji saga dicuci berkali-kali hingga bersih. Kemudian biji saga digiling selama 2 menit dan  ditambahkan air dengan variabel penambahan jumlah air sebanyak 50 ml, 100 ml, 150 ml, 200 ml,  250 ml hingga berbentuk bubur. Selanjutnya bubur tersebut dimasak dan suhu dijaga konstan pada  70oC dan 90oC selama 5 menit tercapai suhu tersebut. Bubur kemudian disaring menghasilkan filtrat.Filtrat itulah yang disebut susu saga.
C.      PENGARUH PROSES PENGOLAHAN
1.      Pada Susu Saga
Kandungan protein saga mentah adalah yang tertinggi (48,2 %) dibandingkan kedelai (34,9%), kacang hijau (22,2%), kacang tanah (25,3%), dan kecipir (32,8%).  Berdasarkan hasil yang didapat dari  penelitian Nugraha dan Seta (2009), dapat dikatakan bahwa biji buah Saga dapat menjadi salah satu alternatif bahan baku dalam pembuatan susu. Ini tak lepas dari kadar protein susu Saga terbaik, yaitu sebesar 3,812. Kadar protein susu Saga tersebut lebih baik dari kadar protein yang terkandung dalam susu sapi (2,90) dan ASI (1,90), dan tidak kalah bila dibandingkan dengan susu kedelai (4,40).
Hasil penelitian Rizatullah (2005) menunjukkan bahwa pengaruh suhu pengovenan terhadap parameter yang diamati adalah protein terbaik adalah pada suhu pengovenan terendah yaitu pada suhu 50oC dengan nilai 58,58%. Sedangkan suhu pengovenan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu, daya larut dan lemak. Pada uji organoleptik susu dari biji saga tidak begitu disukai karena aroma langu yang ditimbulkan biji saga.
Seperti halnya pada tempe saga, dimunkinkan senyawa-senyawa antinutrisi yang terkandung dalam biji saga sudah hilang saat diolah menjadi susu saga. Perendaman, perebusan, dan pemanasan dapat melarutkan senyawa-senyawa antinutrisi pada biji saga seperti senyawa antiprotease, phitohemaglutinin, dan saponin, sehingga susu saga aman untuk dikonsumsi.
2.      Pada Tempe Saga
a.         Kandungan Gizi
Tabel Hasil Analisa Proksimat Biji Saga Rebus dan Tempe Saga serta Presentase Perubahannya
Komposisi Kimia
Biji Saga Rebus
Tempe Saga
Persentase Perubahan
Air (%), db
188,87
205,55
+8,83
Abu (%), db
3,76
3,73
-0,78
Lemak (%), db
39,87
37,61
-5,67
Protein (%), db
26,41
29,77
+12,72
Karbohidrat (%), db
29,96
28,89
-3,57
Sumber: Kumoro (2012)
Berdasarkan tabel di atas, terdapat beberapa komposisi gizi tempe saga yang meningkat dan  ada beberapa juga yang menurun jika dibandingkan dengan biji saga rebus. Peningkatan kadar air disebabkan aktivitas katabolisme dari kapang Rhizopus yang menghasilkan energi dan hasil samping berupa karbondioksida dan air. Semakin lama proses fermentasi, semakin tinggi pula kandungan air dalam tempe.
Penurunan kadar abu dalam tempe saga dimungkinkan karena kapang tempe yang menggunakan beberapa elemen mineral untuk pertumbuhan dan bereproduksi. Selain abu, kandungan lemak tempe saga juga mengalami penurunan jika dibanding biji saga rebus. Hal tersebut karena kapang tempe memiliki aktifitas lipolitikyang menyebabkan terjadunya perubahan lemak menjadi bentuk yang lebih sederhana yaitu asam lemak. Selain itu, kapang juga menggunakan lemak sebagai salah satu substrat metabolismenya untuk diubah menjadi energi atau ATP.
Kadar protein total dari saga rebus dan tempe saga meningkat setelah proses fermentasi. Selama fermentasi tempe, terjadi perombakan protein oleh kapang menjadi asam amino sehingga secara kualitas terjadi peningkatan mutu protein, namun secara kuantitas seharusnya tidak terdapat perubahan karena protein hanya bertransformasi menjadi bentuk yang lebih sederhana. Sedangkan untuk karbohidrat, tempe saga mengalami penurunan yang disebabkan aktifitas katabolisme kapang yang menggunakan karbohidrat sebagai salah satu sumber energinya selain lemak dan protein selama proses (Kumoro, 2012).
b.         Kapasitas Antioksidan
Tabel Analisa Kapasitas Antioksidan Biji Saga Rebus dan Tempe Saga (db)
Kapasitas Antioksidan
Biji Saga Rebus
Tempe Saga
Presentase Perubahan
Total Fenol (mg/100 g sampel)
0,21
0,33
+57,14%
Aktivitas DPPH (%DPPH/mg sampel)
0,03
0,12
+300%
Sumber: Kumoro (2012)
Berdasrkan tabel di atas, terjadi peningkatan total fenol yang cukup besar yaitu sbesar 57,14% setelag biji saga rebus diolah menjadi tempe. Kenaikan yang tinggi ini dsebabkan selama proses fermentasi berlangsung terjadi perubahan beberapa senyawa menjadi bentuk sederhana atau tidak terikat yang memiliki sifat bioaktif yang lebih tinggi. Aktifitas kapang tempe menyebabkan beberapa komponen fenolik yang terikat oleh senyawa organik menjadi senyawa fenol bebas. Selain itu, tempe saga juga menglami peningkatan aktifitas penangkapan radikal DPPH yang signifikan yaitu tiga kali lipat dari sebelum fermentasi. Hal tersebut disebabkan adanya peningkatan senyawa fenol selama fermentasi. Peningkatan pengikatan radikal bebas  berkolerasi dengan kandungan total fenolnya. Senyawa fenol memiliki sifat antioksidan yang dapat mencegah kerusakan akibat reaksi oksidasi. Biji saga diketahui mengandung tanin, alkaloid, flavonoid, dan kardiak glikosida.
c.         Kandungan serat Pangan
Tabel Hasil Analisa Dietary Fiber Biji Saga rebus dan Tempe Saga (db)
Serat Pangan
Biji Saga Rebus
Tempe Saga
Persentase Perubahan
Serat Pangan Tidak Larut, %
1,62
0,81
-50%
Serat Pangan Larut, %
2,46
1,78
-27,64%
Serat Pangan Total, %
4,08
2,57
37%
Sumber: Kumoro (2012)
Berdasarkan hasil penelitian Kumoro (2012), diketahui serat pangan dari biji saga rebus menurun setelah fermentasi. Penurunan serat pangan ini disebabkan adanya degradasi atau hidrolisa beberpa komponen serat oleh kapang selama fermentasi tempe menjadi gula sederhana.


d.        Kandungan Senyawa Antinutrisi
Menurut Muchtadi et al. (1985) dalam Rozany (1986), pada biji saga pohon terdapat senyawa antinutrisi seperti antitripsin, antikimotripsin, phitohemaglutinin, saponin, phitat, dan oligosakarida. Pada biji saga pohon mentah mengandung senyawa antitripsin dan antikhimotripsin dalam kadar lebih tinggi, dibandingkan kedele, yaitu 356,2 unit penghambat tripsin (TUI) dan 583,6 unit penghambat khimotripsin (CUI) per miligram protein. Sedangkan pada kedele hanya mengandung 66-233 (TUI) dan 39-85 (CUI) per miligram protein. Antitripsin dapat menghambat aktifitas enzim proteolitik sehingga menyebabkan rendahnya nilai gizi dan daya cerna protein. Antitripsin dapat menyebabkan pengeluaran enzim-enzim proteolitik berlebihan sehingga terjadi pembesaran pankreas. Pengaruh pemanasan dan pengolahan tradisional terhadap aktifitas antiprotease terdapat pada tabel berikut ini.















Tabel Pengaruh Pemanasan dan Pengolahan Tradisional Terhadap Aktivitas Antiprotesa Biji Saga
Perlakuan
Antitripsin
(mg TPI/g protein)
Antikhimotripsin
(CUI/mg protein)
Tepung saga mentah
244,2
583,6
Pemanasan uap 100oC, 60 menit
131,2
310,5
Pemanasan uap 100oC, 120 menit
63,1
148,8
Perebusan 100oC, 60 menit
43,3
88,8
Perebusan keping biji 100oC, 60 menit
0,2
0
Tempe saga
0,5
0
Sumber:  Muchtadi et al, 1985 dalam Rozany, 1986
Keterangan        : TPI = Pure Trypsin Inhibitor
CUI = Khimotrypsin Inhibitor
Dapat dilihat dalam tabel tersebut biji saga sangat tahan terhadap pemanasan. Namun pengolahan biji saga menjadi tempe dapat menghilangkan zat antinutrisi tersebut karena adanya perlakuan pemanasan selama proses pembuatannya.
Seperti halnya antiprotease, phitohemaglutinin atau lektin adalah protein yang dapat menurunkan nilai gizi dan daya cerna protein kacang-kacangan. Namun, phitohemaglutinin pada biji saga pohon hanya ditemukan dalam kadar kecil sekali (5 HU/mg protein) dibandingkan dengan kacang kedelai (60-426 HU/mg protein), sehingga dapat disimpulkan bahwa peranan phitohemaglutinin terhadap nilai gizi biji saga hampir tidak ada, karena aktifitasnya sangat rendah dan mudah dihancurkan (Muchtadi et al. 1985 dalam Rozany, 1986). Jadi sangat dimungkinkan kandungan phitohemaglutinin pada tempe saga hilang dalam proses pembuatannya.
Senyawa antinutrisi lain adalah saponin. Saponin mempunyai aktifitas hemolitik, dapat menghambat aktifitas enzim proteolitik. Perlakuan perebusan menyebabkan menurunnya kadar saponin saga pohon karena pelarutan saponin  ke dalam air perebus (Muchtadi et al. 1984 dalam Rozany 1986).
e.         Karakteristik Fisik
Keadaan fisik biji saga mentah yang keras mengakibatkan tingginya daya tahan biji saga tersebut selama penyimpanan karena tidak mudah ditembus atau dimakan serangga dan rayap (Rozany, 1986). Kelebihan tempe Saga yang terbentuk dibandingkan tempe dari kedelai, yaitu tekstur tempe yang lebih lembut daripada tempe dari kedelai dan tempe saga tidak cepat menjadi tempe busuk dan dapat disimpan selama 2 minggu di dalam lemari es (Anonim, 2010).
Tabel Karakter Fisik Tempe Saga dengan Ragi Instan dan Pembungkus Daun Pisang
Variabel
Tempe saga hari ke-0
Tempe saga hari ke-1
Tempe saga hari ke-2
Tempe saga hari ke-3
Tekstur
Tidak keras
Sangat keras
Sangat keras
Agak keras
Aroma
Tidak mneyengat
Tidak menyengat
menyengat
menyengat
Warna
putih
putih
putih
Putih kecoklatan
Miselia
Sangat sedikit
Sangat banyak
banyak
Agak banyak
                        Sumber: Haryoko dan Kurnianto (2009)
Berdasarkan Tabel di atas, terdapat perbedaan nyata karakter fisik tempe saga hari ke-0 dan hari ke-3 fermentasi. Pada hari ke-3, tempe saga menjadi agak keras, berbau menyengat, berwarna putih kecoklatan, dan memiliki miselia yang agak banyak.
Masih dalam penelitian Haryoko dan Kurnianto (2009), uji organoleptik yang dilakukan kepada 30 responden memberikan hasil bahwa responden lebih menyukai tempe kedelai daripada tempe saga baik dari segi rasa dan aroma. Sedangkan untuk segi tekstur, responden lebih menyukai tekstur tempe saga.
f.          Karakteristik Sensori
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kumoro (2012), dari hasil analisa sensori dengan kontrol pembanding tempe kedelai terhadap 30 Panelis, didapatkan bahwa tempe saga dari semua parameter yang diujikan mendapat respon yang positif bahwa tempe saga berbeda dengan tempe kedelai. Responden lebih menyukai tempe saga dari segi warna dan tekstur. Warna tempe saga lebih cerah dan teksturnya lebih lembut. Sedangkan dari segi aroma dan rasa, responden lebih menyukai tempe kedelai. Hal tersebut dikarenakan tempe saga yang masih memberikan aroma yang agak langu dan rasa yang agak pahit. Ditinjau dari penilaian keseluruhan parameter, secara statistik kualitas sensori tempe saga tidak jauh berbeda dari tempe kedelai. Meskipun dari segi rasa dan aroma masih sedikit dibawah tempe kedelai, namun warna dan tekstur saga lebih baik sehingga dapat menutup kekurangan dari segi rasa dan aroma.











D.      KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.         Saga pohon (Adenanthera pavonina) adalah salah satu jenis leguminosa yang buahnya menyerupai petai (tipe polong) dengan bijinya kecil berwarna merah.
2.         Struktur tanaman saga yaitu : pohon dengan batang yang berkayu dan bercabang. Akar tunggang, kuat, putih kotor. Batang tegak, berkayu, bulat, permukaan halus, batang muda ungu, percabangan simpodial, batang berwarna hitam keputih-putihan.
3.         Saga dapat diolah menjadi susu, tempe, tahu dan permen.
4.         Pembuatan susu dari biji buah Saga diharapkan dapat menjadi alternative pengganti nutrisi protein susu sapi dan susu kedelai.
5.         Biji saga pohon dapat menjadi alternatif bahan baku tempe, karena senyawa gizi di dalamnya tidak jauh beda dengan kedelai.
6.      Beberapa komposisi kimia dalam tempe saga mengalami peningkatan setelah fermentasi seperti kandungan air dan protein yang masing-masing meningkat 8,83% dan 12,72%. Sementara komposisi abu, lemak, dan karbohidrat mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,78%, 5,67%, dan 3,57%.
7.      Total fenol dan aktifitas penangkapan radikal DPPH tempe saga mengalami peningkatan dibanding saga rebus, masing-masing meningkat 57,14% dan 300%.
8.      Kandungan serat pangan tempe saga menurun dibandingkan biji saga rebus.
9.      Kandungan senyawa-senyawa anti gizi seperti anti tripsin, anti kimotripsin, phitohemaglutinin pada biji saga dilaporkan dapat dihilangkan setelah biji saga difermentasikan menjadi tempe.
10.  Karakteristik tempe saga hari ketiga teksturnya agak keras, warna putih kecoklatan, aroma menyengat, dan miselia yang agak banyak.
11.  Kualitas sensori dari tempe saga tidak berbeda nyata dengan tempe kedelai meskipun darisegi rasa dan aroma tempe kedelai lebih baik namun dari segi tekstur danwarna tempe saga lebih baik.





















DAFTAR PUSTAKA

Aguskrisno. 2011. Peranan Rhizopus oryzae pada Industri Tempe dalam Peranan Peningkatan Gizi Pangan. www.google.com Diakses pada hari Senin, tanggal 2 april 2012 pukul 21.08 WIB.
Gustiningsih, Dini dan Dian Andrayani. 2011. Potensi Koro Pedang (Canafalia ensiformis) dan Saga Pohon (Adhenanthera pavonina) sebagai Alternatif Substitusi Bahan Baku Tempe. Program Kreativitas Mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Haryoko, Muhammad dan Nova Kurnianto. 2006. Pembuatan Tempe Saga (Adenanthera pavonia L.) Menggunakan Ragi Tepung Tempe dan Ragi Instan. Makalah Seminar Penelitian Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.
Hau, Debora Dana, dkk. 2006. Biji Saga Pohon (Adenantherapavonina, Linn) Sebagaisumber Protein Alternatif Bagi TernakAyam. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.Kupang.
Kumoro, Kartiko Cahyo. 2012. Potensi Biji Saga Pohon (Adenanthera pavonina, Linn) sebagai Bahan Baku Tempe; Sensori, Kuallitas Gizi, Serat Pangan, dan Kapasitas Antioksidan.
Scory, Christopher D; Shelby N. Freer; Rodney J. Bothast. 1998. Production of  L-lactic Acid by Rhizopus oryzae Under Oxigen Limiting Condition. Biotechnology Letters Vol. 20 No. 2. pp 191-194. United State.
Supriyadi, Gatot. 2003. Membuat Susu Kedelai dan Tahu. Direktorat Pendidikan Menengah Kejurusan. Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional.
Yunanta, Arnoldus dan Frederikus Tunjung Seta. 2009. Pembuatan Susu Dari Biji Buah Saga ( Adenantherapavonina) Sebagai Alternatif Pengganti Nutrisi Protein Susu Sapi Dan Susu Kedelai. Makalah Seminar Penelitian Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.
Anonim. 2012. Saga Tree. http://www.naturia.per.sg/buloh/plants/saga_tree.htm. Diakses Rabu 4 April 2012.
Kusmana, Idang dan Sofar Tambunan. 2010. Adenantherapavonina. Informasi Singkat Benih. Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa Madura.