ACARA IV
PEMURNIAN MINYAK
A. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum Acara IV Pemurnian Minyak, yaitu
untuk mengetahui pengaruh perlakuan
netralisasi dan pemucatan (bleaching) terhadap kualitas pemurnian minyak
yang dihasilkan.
B. Tinjauan Pustaka
1.
Tinjauan Bahan
Menurut sumbernya kita membedakan lemak nabati dan lemak hewani. Lemak
nabati berasal dari tumbuh-tumbuhan, sedangkan
lemak hewani berasal dari binatang termasuk ikan, telur dan susu. Kedua jenis
lemak ini berbeda dalam jenis asam lemak yang menyusunnya. Lemak nabati
mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh, yang menyebabkan titik cair yang
lebih rendah, dan dalam suhu kamar berbentuk cair, disebut minyak. Kandungan utama yang terdapat pada lemak hewani yaitu asam lemak jenuh, khususnya mempunyai rantai karbon panjang, yang
mengakibatkan dalam suhu kamar berbentuk padat. Lemak berbentuk padat inilah
yang biasa oleh orang awam disebut lemak atau gaji. Minyak kelapa, meskipun
tergolong minyak nabati, mempunyai kandungan
asam PUFA yang rendah, tetapi asam lemak tak jenuh disini termasuk rantai pendek dan rantai
intermediate, yang tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan sintesa kolesterol
di dalam tubuh. Lemak hewani pada umumnya berisi asam lemak jenuh rantai
panjang dan sangat miskin akan kadar asam PUFA. Patut dicatat bahwa pada
umumnya ikan dan berbagai jenis burung termasuk ayam, dagingnya mengandung
sedikit lemak (Sediaoetama, 2000).
Arang aktif atau karbon aktif
adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran bahan yang mengandung
karbon. Arang aktif merupakan suatu bentuk arang yang telah melalui aktivasi
dengan menggunakan gas CO2, uap air, atau bahan-bahan kimia sehingga
pori-porinya terbuka dan dengan demikian daya adsorpsinya menjadi lebih tinggi
terhadap zat warna dan bau. Arang aktif mengandung 5-15% air, 2- 3% abu, dan
sisanya adalah karbon. Arang aktif bentuknya
tidak teratur (amorf) terdiri atas pelat-pelat datar, disusun oleh atom-atom C yang terikat secara
kovalen dalam suatu kisi heksagonal datar dengan satu atom C pada setiap sudutnya.
Pelat tersebut bertumpuk-tumpuk satu sama lain membentuk kristal dengan sisa hidrokarbon,
ter, dan senyawa organik lain yang tersisa di dalamnya (Tangkuman 2006). Arang
aktif berbentuk kristal berukuran mikro, karbon non grafit, yang pori-porinya telah
mengalami proses pengembangan kemampuan untuk menyerap gas
dan uap dari campuran gas dan zat-zat yang tidak larut atau terdispersi dalam
cairan (Roy, 1985 dalam Wijayanti, 2009).
Perbedaan
titik leleh disebabkan oleh komposisi asam lemak pada masing-masing sampel.
Banyaknya asam lemak jenuh dan asam lemak berantai panjang akan memberikan
kontribusi yang nyata bagi peningkatan titik leleh lemak secara keseluruhan
(J.M. de Man, 1999). Hal yang sama juga berlaku pada perbedaan nilai bilangan
iod dan bilangan penyabunan, dimana komposisi asam lemak tidak jenuh pada setiap sampel
akan berkontribusi pada peningkatan harga bilangan iodnya, sedangkan perbedaan komposisi
asam lemak (rantai pendek, sedang dan panjang) akan sangat berpengaruh terhadap
harga bilangan penyabunannya (Paquot C., 1999).
Tabel 4.1 Sifat Fisikokimia Berbagai
Lemak

Sumber : Hermantono, dkk, 2008.
Kandungan
asam lemak jenuh (SFA) pada lemak sapi jauh lebih besar (68%) dibandingkan
dengan lemak ayam (33%) dan lemak babi (21%), sedangkan kandungan asam lemak
jenuh ganda (PUFA) pada lemak babi relatif lebih besar (25%) daripada lemak
ayam (18%) dan lemak sapi (1.2%) (Hermanto, dkk, 2008).
Selain triasilgliserol dan asam lemak
bebas, minyak kelapa mentah mengandung sekitar 0,5% dari materi unsaponifiable,
sedangkan standar Malaysia (MS239: 1987) memungkinkan tingkat maksimum 0,8% dan
Codex (2001) hingga 1,5%. Bahan ini sebagian besar terdiri dari sterol, tokol, senyawa skualen, senyawa warna,
karbohidrat dan senyawa bau (seperti lakton). Bau yang menyenangkan dan flavor
dari CNO ketika minyak diekstrak dari bahan segar terutama karena
γ dan δ-lakton, yang hadir dalam jumlah trace
(Young 1983). Minyak laurat dicirikan dari panjang rantai asam lemak pendek dan
menengah (C6-C14). Jangkauan ini sekitar 80% pada CNO sementara minyak nabati
non-laurat mereka di bawah 2%. Asam-asam lemak utama laurat (12:0) dan miristat
(14:0), sekitar 48% dan 18%, sedangkan asam lemak lain adalah tidak lebih dari
sekitar 8%. Ini adalah dominan bahwa asam laurat yang memberikan CNO dan PKO
sifat yang mencair tajam, yang berarti kekerasan pada suhu kamar (20 ◦C),
dikombinasikan dengan titik leleh rendah (24-29 ◦C). Properti yang luar biasa
dari minyak laurat menentukan penggunaannya dalam edible field dan membenarkan harga mereka lebih tinggi dibandingkan
dengan minyak utama lainnya. Karena ketidakjenuhan yang rendah, minyak laurat
juga sangat stabil terhadap oksidasi. Minyak kelapa, dengan IV, biasanya 8-9
sangat stabil. Nilai Stabilitas antara 30 dan 250 jam (metode oksigen aktif,
AOM) telah dilaporkan untuk minyak mentah (Young 1983, Swern 1979, hal. 313)
tapi lebih tipikal pada 150 jam. Stabilitas minyak sulingan lebih rendah karena
hilangnya antioksidan alami selama pemurnian (sekitar 33%) tetapi banyak
stabilitas telah pulih setelah penambahan asam sitrat, yang merupakan praktek
yang cukup standar dalam deodorisasi minyak. Sangat jarang, CNO rafinasi
mengembangkan rasa kenyal selama beberapa jam deodorisasi.
Minyak kacang tanah mengandung proporsi yang tinggi dari asam
lemak tak jenuh, oleat tertentu (18:1) dan linoleat (18:2). Palmitat (16:00), stearat
(18:00), arakidik (20:00), 11-eikosenoik (20:1), behenik (22:00), dan lignoserik (24:0) juga
ditemukan dalam minyak kacang , tetapi hanya asam palmitat melebihi 10%.
Asam-asam lemak rantai panjang biasanya ditemukan pada sekitar atau sedikit
kurang dari 2%. Dengan pematangan, persentase peningkatan asam oleat, sementara
persentase asam linoleat berkurang sedikit. Stabilitas oksidatif minyak kacang
tanah sangat berkorelasi dengan rasio asam oleat asam linoleat (Fore et al.
1953). Aflatoksin umumnya dikaitkan dengan porsi protein kacang dan karena itu
umumnya tidak ditemukan dalam minyak sulingan. Minyak mentah atau olahan ringan
yang cerah mungkin
mengandung aflatoksin. Residu dari pengolahan minyak mungkin berisi dari minyak
1-7% tergantung pada apakah ekstraksi ini dilakukan dengan tekanan hidrolik, bungkil,
dan atau pelarut pengekstrak (Gunstone, 2002).
2.
Tinjauan Teori
Kotoran yang
terdapat dalam minyak terdiri dari 3 golongan, yaitu :
a.
Kotoran yang tidak larut dalam minyak (Fat Insoluble dan Terdispersi dalam
Minyak)
Biasanya
terdiri dari biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang
berasal dari kulit, abu atau mineral yang terdiri dari Fe, Cu, Mg dan Ca, sarta
air dalam jumlah kecil. Kotoran ini dapat dipisahkan dengan cara mekanis, yaitu
dengan pengendapan,penyaringan dan sentrifugasi.
b.
Kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak
Kotoran
ini terdiri dari fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung
nitrogen dan senyawa kompleks lainnya. Kotoran ini dapat dihilangkan dengan
menggunakan uap panas, elektrolisa disusul dengan proses mekanik seperti pengendapan,
sentrifusi, atau penyaringan dengan menggunakan adsorben..
c.
Kotoran yang terlarut dalam minyak (Fat soluble compound)
Kotoran
yang termasuk dalam golongan ini terdiri dari asam lemak bebas, sterol,
hidrokarbon; mono dan digliserida yang dihasilkan dari
hidrolisa trigliserida; zat warna yang terdiri dari karotenoid,
khlorofil. Zat warna lainnya yang dihasilkan dari proses oksidasi dan
dekomposisi minyak yang terdiri dari keton, aldehida dan resin serta zat lain
yang belum dapat diidentifikasi.
Semakin tinggi
nilai rendemen, maka efisiensi netralisasi makin tinggi dan pemakaian larutan
kaustik soda dengan konsentrasi yang terlalu tinggi, akan bereaksi dengan
sebagian dengan trigliserida sehingga mengurangi jumlah rendemen minyak dan
menambah jumlah sabun yang terbentuk (Ketaren, 1986).
Lemak dan
minyak sesudah diisolasi dari sumbernya, mungkin mengandung
bahan-bahan resin, karbohidrat, protein, sterol, fenolat, zat
warna, fosfatida dan asam lemak bebas. Tujuan pemurnian adalah menghilangkan
asam lemak bebas, fosfatida, bahan-bahan resin dan protein. Pemurnian alkali
adalah cara yang paling penting dan menggunakan larutan soda kaustik antara 7%
dan 25%. Campuran sodium bikarbonat dan etanol-amin organik sering juga
digunakan. Lemak atau minyak kasar (crude) sering diberi asam terlebih dahulu
untuk menghilangkan bahan getah (gums)
dan protein. Minyak tersebut kemudian diaduk dengan larutan soda kaustik pada
suhu kira-kira 25oC, meskipun mungkin dapat digunakan suhu lebih
tinggi. Campuran itu kemudian didiamkan dan fase yang berbentuk cair atau bahan
sabun yang ada dikeluarkan. Zat warna yang ada dalam lemak dan minyak termasuk
karotenoid, klorofil dan bahan berwarna yang lain. Untuk mendapatkan lemak dan
minyak yang berwarna cerah, perlu diadakan proses pemutihan. Penyerapan zat
warna yang paling sering dilakukan adalah
dengan menggunakan tanah pemucat (fuller’s
earth) dan arang (charcoal)
(Buckle, dkk, 1985 )
Deasidifikasi
dilakukan setelah tahap degumming
(penghilangan gum) untuk memisahkan asam lemak bebas yang terbetuk oleh
aktivitas enzim, mikroba, uap air dan oksigen pada pasca panen kelapa sawit.
Deasidifikasi dengan menggunakan alkali merupakan metode yang paling umum
dilakukan pada skala industri karena lebih murah dan efisien dalam mereduksi
asam lemak bebas pada minyak mentah/kasar sampai kadar tertentu yang
diinginkan. Alkali yang paling sering digunakan untuk netralisasi adalah NaOH
(Bhosle dan Subramanian 2004). Menurut Akoh dan Min (2002) netralisasi harus
dilakukan dengan benar. Kelebihan penambahan NaOH akan menyabunkan trigliserida
dan mereduksi minyak nertal yang dihasilkan (Widarta, dkk. 2008).
Pembentukan
senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi
adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan
menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan. Penggunaan karbon
aktif untuk pengolahan juga mempunyai kelemahan karena memungkinkan
tertinggalnya logam berat di dalam minyak goreng hasil. Logam berat seperti Zn
umumnya digunakan sebagai aktivator pada pembuatan karbon aktif (Widayat, dkk, 2006).
Minyak
yang sudah dinetralisasi mengandung residu sabun, logam, produk-produk
oksidasi, dan pigmen warna. Untuk itu dilakukan proses pemucatan (bleaching)
untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut. Pemutihan awalnya hanya digunakan
untuk mengurangi warna. Namun, sekarang proses pemutihan juga digunakan untuk
memindahkan atau mengubah dari produk yang di inginkan menjadi bahan yg tidak
berbahaya dari bahan berlemak dan minyak. Zscahu W., dkk., 2001,
menyatakan bahwa kondisi proses pemucatan optimal dapat dicapai pada temperatur
100 – 130oC selama 30 menit dengan injeksi uap bertekanan rendah ke
dalam bleacher untuk mengaduk konsentrasi slurry (Suhartono,
dkk. 2011).
Bleaching adalah
suatu langkah penting dalam
proses produksi minyak nabati yang dapat dimakan. Bleaching adalah proses adsorpsi materi terutama pewarna (pigmen) dan
bagian kecil lainnya dari bleaching clays yang
digunakan. Selama bleaching minyak nabati, peroksida terdegradasi dan terhapus, sisa sabun dan sebagian Cu dan Fe dikeluarkan dan sisa fosfolipid teradsorpsi. Ketahanan minyak
dari ketengikan berkurang karena beberapa antioksidan alami
seperti tokoferol dikeluarkan dan hidrolisis parsial minyak berlangsung (Patterson, 1992; Bailey, 1996;. Omar
dkk, 2003) Secara alamiah, tanah
liat penjernihan netral atau non aktif berasal dari deposit mineral tanah liat "bentonit". Tanah liat yang digunakan dalam berbagai industri
minyak nabati dari tanah liat netral alami menjadi tanah liat aktif sangat asam. Namun, karbon aktif merupakan
bahan yang mahal. Ada peningkatan minat menggunakan bahan biaya rendah untuk adsorpsi sebagai alternatif untuk karbon aktif. Sebuah adsorben yang cocok harus
memenuhi kriteria sebagai
berikut: ia harus memiliki afinitas tinggi dan tinggi kapasitas adsorpsi untuk adsorbat, melainkan harus berasal dari perlakuan
yang aman dan ekonomis, melainkan harus dapat diperpanjang. Arang adalah produk karbonisasi dari kayu, cangkang buah, sekam biji, bara coklat, lignit, arang tulang dan berbagai
bahan alami lainnya. Sekam biji adalah
bahan biaya rendah yang menarik (Hassanein, dkk, 2011).
Teknik-teknik penyulingan terdiri
dari degumming air atau asam,
pemurnian alkali, pemutihan dan deodorisasi. Minyak dan lemak olahan dapat
diproses lebih lanjut dengan hidrogenasi dan winterization untuk keperluan
makanan yang berbeda. Masing-masing proses teknologi mempengaruhi sifat minyak;
karakter efek ini membentuk dasar dari diskusi saat ini (Mounts,
1981).
Minyak
pangan dalam bahan pangan biasanya diekstraksi dalam keadaan tidak murni dan bercampur
dengan komponen-lain yang disebut fraksi lipida. Fraksi lipida terdiri dari
minyak/lemak (edible fat/oil), malam
(wax), fosfolipida, sterol,
hidrokarbon, dan pigmen. Untuk membedakan komponen-komponen fraksi lipida
dipergunakan NaOH. Minyak/lemak makan, malam, dan fosfolipida dapat disabunkan
dengan NaOH; sedangkan sterol, hidrokarbon, dan pigmen adalah fraksi yang tidak
tersabunkan.
Lemak/minyak
makan garam Na-asam
lemak + gliserol
Malam + NaOH à garam Na-asam lemak + alkohol
Fosfolipida garam
Na-asam lemak + gliserol + Na3PO4
+ Amina
(Winarno, 1992).
C.
Metodologi
1.
Alat
·
Beker glass
·
Erlenmeyer
·
Alat sentrifuge
·
spektrofotometer
·
Corong
·
Pengaduk
·
Kompor listrik
·
Kertas saring
·
Termometer
2.
Bahan
·
Minyak kelapa
·
Minyak kacang tanah
·
Lemak ayam
·
Lemak sapi
·
Arang aktif 2% dari berat minyak
3.
Cara Kerja
a.
Netralisasi

b.
Bleaching
|
![]() |
D.
Hasil dan Pembahasan
Tabel 4.2
Hasil Netralisasi Minyak
Kel
|
Sampel
|
Berat awal (gr)
|
Berat akhir (gr)
|
Rendemen (%)
|
Rata-rata (%)
|
1
10
2
9
4
7,8
3,5
6
|
Minyak kelapa
Minyak kacang
Minyak ayam
Minyak sapi
|
10
10
10
10
10
10
10
10
|
9,8
8,5
10,5
8,2
10
6,5
9,8
10,5
|
98
85
105
82
100
65
98
105
|
91,5
93,5
82,5
101,5
|
Sumber : Laporan Sementara
Menurut
Ketaren (1986), kotoran dalam minyak terdiri dari 3 golongan, yaitu :
a.
Kotoran yang tidak larut dalam minyak (Fat
Insoluble dan Terdispersi dalam Minyak). Biasanya terdiri dari
biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang berasal dari
kulit, abu atau mineral yang terdiri dari Fe, Cu, Mg dan Ca, sarta air dalam
jumlah kecil. Kotoran ini dapat dipisahkan dengan cara mekanis, yaitu dengan
pengendapan,penyaringan dan sentrifugasi.
b.
Kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak.
Kotoran ini terdiri dari fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung
nitrogen dan senyawa kompleks lainnya. Kotoran ini dapat dihilangkan dengan
menggunakan uap panas, elektrolisa disusul dengan proses mekanik misalnya
pengendapan.
c.
Kotoran yang terlarut dalam minyak. Kotoran yang
termasuk dalam golongan ini terdiri dari asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon
dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida.
Deasidifikasi
dengan menggunakan alkali merupakan metode yang paling umum dilakukan pada
skala industri karena lebih murah dan efisien dalam mereduksi asam lemak bebas
pada minyak mentah/kasar sampai kadar tertentu yang diinginkan. Alkali yang
paling sering digunakan untuk netralisasi adalah NaOH (Bhosle dan Subramanian
2004). Menurut Akoh dan Min (2002) netralisasi harus dilakukan dengan benar.
Kelebihan penambahan NaOH akan menyabunkan trigliserida dan mereduksi minyak
nertal yang dihasilkan (Widarta,
dkk.
2008).
Menurut Winarno (1992) fraksi
lipida terdiri dari minyak/lemak (edible
fat/oil), malam (wax), fosfolipida,
sterol, hidrokarbon, dan pigmen. Untuk membedakan komponen-komponen fraksi
lipida dipergunakan NaOH. Minyak/lemak makan, malam, dan fosfolipida dapat
disabunkan dengan NaOH; sedangkan sterol, hidrokarbon, dan pigmen adalah fraksi
yang tidak tersabunkan.
Lemak/minyak
makan garam Na-asam
lemak + gliserol
Malam + NaOH à garam Na-asam lemak + alkohol
Fosfolipida garam
Na-asam lemak + gliserol + Na3PO4
+ Amina
Dalam praktikum kali ini
dilakukan pemurnian minyak dengan cara netralisasi
dengan penambahan larutan NaOH pada sampel minyak kelapa, minyak kacang, minyak
ayam dan minyak sapi. Lemak dan minyak sesudah
diisolasi dari sumbernya, mungkin mengandung bahan-bahan resin,
karbohidrat, protein, sterol, fenolat, zat warna, fosfatida dan asam lemak
bebas. Tujuan pemurnian adalah menghilangkan asam lemak bebas, fosfatida,
bahan-bahan resin dan protein. Pemurnian alkali adalah cara yang paling penting
dan menggunakan larutan soda kaustik antara 7% dan 25%. Minyak tersebut
kemudian diaduk dengan larutan soda kaustik pada suhu kira-kira 25oC,
meskipun mungkin dapat digunakan suhu lebih tinggi. Campuran itu kemudian
didiamkan dan fase yang berbentuk cair atau bahan sabun yang ada dikeluarkan
(Buckle. dkk,
1985). Endapan sabun yang dihasilkan kemudian dipisahkan dengan corong pemisah.
Dari tabel 4.1 dapat diketahui
bahwa rata-rata rendemen tertinggi terdapat pada lemak sapi (101,5%), diikuti
minyak kacang (93,5%), minyak kelapa (91,5%), dan rendemen terendah pada minyak
ayam (82,5%). Semakin rendah jumlah rendemen yang didapatkan, semakin banyak
jumlah asam lemak pada sampel yang tersabunkan/saponifikasi. Hal ini terkait
kandungan minyak kasar pada sampel. Perbedaan komposisi asam lemak (rantai pendek, sedang dan panjang) akan
sangat berpengaruh terhadap harga bilangan penyabunannya. Kandungan asam lemak
jenuh (SFA) pada lemak sapi jauh lebih besar (68%) dibandingkan dengan lemak ayam
(33%), sedangkan kandungan asam lemak jenuh ganda (PUFA) pada lemak babi
relatif lebih besar (25%) daripada lemak ayam (18%) dan lemak sapi (1.2%) (Hermanto,dkk, 2008)
Menurut Hermanto, dkk, 2008 lemak sapi
memiliki bilangan penyabunan yang lebih rendah dibanding lemak ayam. Hal ini
menunjukkan bahwa lemak sapi memiliki berat molekul yang lebih tinggi dibanding
lemak ayam. Bilangan penyabunan adalah jumlah basa yang dibutuhkan untuk
menyabunkan sejumlah minyak. Bilangan penyabunan biasanya berhubungan dengan
berat molekul suatu minyak/lemak. jika suatu minyak memiliki berat molekul
kecil maka bilangan penyabunannya besar dan sebaliknya. Sehingga NaOH yang diperlukan untuk
menetralkan asam lemak sapi
lebih sedikit bila dibandingkan dengan asam lemak ayam. Dan dari hasil praktikum, rata-rata rendemen
yang didapatkan menunjukkan angka yang melebihi 100%, hal ini dimungkinkan
karena kesalahan praktikan.
Menurut Gunstone (2002) minyak kacang tanah mengandung proporsi yang
tinggi dari asam lemak tak jenuh, oleat tertentu (18:1) dan linoleat (18:2). Palmitat
(16:0), stearat (18:0), arakidik (20:0), 11-eikosenoik (20:1), behenik (22:0),
dan lignoserik (24:0). Selain triasilgliserol dan asam lemak bebas, minyak kelapa
mentah mengandung sekitar 0,5% dari materi unsaponifiable, sedangkan standar
Malaysia (MS239: 1987) memungkinkan tingkat maksimum 0,8% dan kodeks (2001) hingga
1,5%. Bahan ini sebagian besar terdiri dari sterol, tokol, skualen, senyawa warna,
karbohidrat dan senyawa bau (seperti lakton).
Dapat diketahui bahwa NaOH yang digunakan
untuk menetralkan minyak asam lemak dengan BM (berat molekul) besar lebih sedikit bila
dibandingkan dengan asam lemak dengan BM kecil. Palmitat memiliki
angka penyabunan lebih besar daripada stearat. Karena partikel asam lemak
dengan BM yg lebih besar jumlahnya lebih sedikit dari pada partikel asam lemak
dengan BM yang lebih kecil
dengan massa yang sama. Sehingga NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asam
lemak bebas pada kacang lebih
sedikit bila dibandingkan dengan asam lemak bebas pada kelapa. Sehingga dapat diketahui bahwa semakin sedikit jumlah
NaOH yang digunakan dalam proses netralisasi, maka semakin tinggi rendemen yang
didapatkan. Menurut Ketaren (1986), semakin tinggi nilai rendemen, maka efisiensi
netralisasi makin tinggi dan pemakaian larutan kaustik soda dengan konsentrasi
yang terlalu tinggi, akan bereaksi dengan sebagian dengan trigliserida sehingga
mengurangi jumlah rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk.
Tabel 4.3 Hasil
Pemucatan Minyak
Kel
|
Sampel
|
Berat arang aktif (gr)
|
Berat minyak (gr)
|
Warna
|
|||
Awal
|
akhir
|
awal
|
Akhir
|
Sebelum
|
Sesudah
|
||
1
10
2
9
4
7,8
3,5
6
|
Minyak kelapa
Minyak kacang
Lemak ayam
Lemak sapi
|
0,194
0,085
0,21
0,0842
0,2031
0,065
0,196
0,1
|
0,2225
0,1034
0,3
0,0911
0,205
0,2
0,3
0,6
|
9,8
8,5
10,5
8,2
10
6,5
9,8
10,5
|
7,5
4,3
6,7
5,3
5,6
3,3
5,4
4,5
|
Kuning jernih
Bening
Kuning keruh
Kuning keruh
Kuning keruh
Kuning
Kuning keruh
Kuning keruh
|
Bening
Bening
Kuning jernih
Kuning jernih
Kuning jernih
Kuning cerah
Kuning jernih
Kuning cerah
|
Sumber : Laporan Sementara
Pemucatan merupakan salah satu tahap
dari proses pemurnian minyak. Pada praktikum acara IV ini tahapan proses
pemucatan (bleaching) yaitu hasil dari proses netralisasi dipanaskan pada suhu
70-80oC tahap selanjutnya ditambah dengan arang aktif 2% dari berat
minyak kemudian dipanaskan lagi pada suhu 100-150oC selama 15 menit
setelah proses pemucatan selesai, adsorben dapat dipisahkan dengan penyaringan
menggunakan kertas saring. Sampel yang digunakan pada praktikum proses
pemucatan ini ada 4 sampel yaitu : minyak kelapa, minyak kacang, minyak ayam,
dan minyak sapi. Masing-masing sampel diberikan arang aktif sebanyak 2% dari
berat minyak. Pemberian arang aktif sendiri menurut Ketaren (1986) berfungsi
sebagai penyerap warna dimana daya adsorbsi arang aktif disebabkan karena arang
mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorbsi akan terjadi karena adanya
perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap. Beberapa
sifat yang mempengaruhi adsorpsi arang aktif adalah : sifat fisika kimia
adsorben seperti ukuran pori, kehalusan dan komposisi kimia permukaan arang aktif,
sifat fisika kimia adsorbat seperti ukuran dan polaritas molekul, sifat fase
cair seperti pH dan suhu serta lamanya
proses adsorpsi berlangsung (Djeni, 2007). Dengan adanya panambahan
karbon aktif tersebut maka dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas warna,
karena warna sangat berpengaruh terhadap mutu minyak, semakin jernih minyak
jika ditambah dengan karbon aktif maka semakin baik kualitas minyak tersebut,
dan begitu sebaliknya apabila dengan penambahan karbon aktif pada minyak, bahwa
minyak yang dihasilkan masih cenderung merah kecoklatan maka kualitas minyak
tersebut buruk.
Dari
proses tersebut diketahui bahwa terjadi perubahan warna pada masing-masing
sampel minyak, untuk sampel kelompok 1 dan 10 yaitu minyak kelapa hasil yang diperoleh dari warna kuning jernih menjadi
warna bening dan dari warna bening tetap bening, hal tersebut menunjukkan bahwa
minyak kelapa sedikit mengandung asam lemak bebas sehingga memiliki kualitas
minyak yang tidak mudah timbul warna serta bau yang tidak diinginkan. Sedangkan
pada sampel minyak nabati yang lain yaitu minyak kacang tanah, diperoleh
perubahan warna pada kelompok 2 dari kuning keruh menjadi kuning jernih, begitu
pula pada kelompok 9 juga sama dengan kelompok 2, hal tersebut menunjukkan
bahwa kualitas minyak kacang tanah juga baik karena menghasilkan warna bening
atau jernih.
Pada sampel minyak hewani,
yaitu sampel minyak ayam terjadi perubahan warna dari kuning keruh menjadi
kuning bening pada kelompok 4, sedangkan pada kelompok 7 dann 8 terjadi
perubahan warna dari kuning menjadi kuning cerah. Pada sampel minyak sapi
kelompok 3 dan 5 terjadi perubahan warna dari kuning keruh menjadi jernih
kuning jernih, begitu pula pada kelompok 6 terjadi perubahan warna dari kuning
keruh menjadi kuning jernih. Hasil praktikum ini
sesuai dengan teori bahwa semakin banyak asam lemak bebas maka perubahan warna
yang dihasilkan cenderung tidak bening atau jernih (Rosita dan Widasari, 2009).
Pada sampel minyak
kelompok 1 minyak kelapa dari berat awal sampel sebesar 9,8 gr lalu ditambah
karbon aktif 0,194 gr,setelah disaring menjadi 7,5 gr. Pada kelompok 10 ditambah
karbon aktif 0,085 gr, dan minyak akhir yang diperoleh sebesar 4,3 gr. Dari
hasil tersebut ditunjukkan bahwa semakin banyak karbon aktif yang ditambahkan
maka semakin besar kemampuan untuk menyerap asam lemak bebas yang ada pada
minyak, sehingga juga berpengaruh terhadap hasil berat akhir sampel setelah
disaring banyak yang berkurang. Hal tersebut
juga ditunjukkan pada sampel minyak kacang pada kelompok 2 dari 10,5 gr
mengalami penurunan berat, pada penambahan arang aktif 0,121 gr menjadi 6,7 gr,
sedangkan kelompok 9 pada penambahan arang aktif 0,084 gr dari berat minyak 8,2
menjadi 5,3.
Pada sampel minyak hewani
yaitu lemak ayam dan lemak sapi juga mengalami hal serupa, bahwa pada sampel-sampel
tersebut setelah dilakukan penambahan arang aktif mengalami penurunan berat
minyak yang signifikan. Pada sampel minyak ayam kelompok 4 dengan penambahan
arang aktif sebanyak 0,203 gr, berat minyak ayam yang sebelumnya 10 gr menjadi
5,6 gr. Hal tersebut menunjukan semakin banyak karbon aktif yang ditambahkan
maka semakin besar kemampuan untuk menyerap asam lemak bebas yang ada pada
minyak, sehingga juga berpengaruh terhadap hasil berat akhir sampel setelah
disaring banyak yang berkurang. Dari semua
sampel yang ditambahkan arang aktif, arang aktif yang paling baik untuk
menyerap asam lemak bebas adalah pada
sampel lemak sapi kelompok 6 yang ditambah 1 % arang aktif, yang berakibat pula
terhadap hasil berat akhir setelah disaring dari berat sampel awal 10,5 gr
menjadi 4,5 gr.
E.
Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan
:
1. Tujuan pemurnian adalah menghilangkan asam
lemak bebas, fosfatida, bahan-bahan resin dan protein.
2. Kelebihan penambahan NaOH akan menyabunkan
trigliserida dan mereduksi minyak nertal yang dihasilkan
3. Rata-rata rendemen tertinggi terdapat pada
lemak sapi (101,5%), diikuti minyak kacang (93,5%), minyak kelapa (91,5%), dan rendemen
terendah pada minyak ayam (82,5%)
4. Semakin sedikit jumlah NaOH yang digunakan
dalam proses netralisasi, maka semakin tinggi rendemen yang didapatkan
5. Absorben arang aktif mampu memucatkan
minyak jelantah dengan penambahan antara 1-2% persen.
6. Pada penambahan konsentrasi absorben yang
berbeda intensitas absorbansi warna nya yaitu : kontrol > 2% > 0,5% >
1,5% > 1%.
7. Pada penambahan konsentrasi absorben yang
berbeda, persen loss nya yaitu : 1% > 2% > 1,5% > 0,5%.
8. Nilai loss berbanding terbalik dengan
nilai absorbansi minyak.
9. Pemberian arang aktif berfungsi sebagai
penyerap warna dimana daya adsorbsi arang aktif disebabkan karena arang
mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorbsi akan terjadi karena adanya
perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap.
10. Beberapa sifat yang mempengaruhi adsorpsi
arang aktif adalah : sifat fisika kimia adsorben seperti ukuran pori, kehalusan
dan komposisi kimia permukaan arang aktif, sifat fisika kimia adsorbat seperti
ukuran dan polaritas molekul, sifat fase cair
seperti pH dan suhu serta lamanya proses adsorpsi berlangsung.
11. Hasil
dari kelompok 1 dan 10 yaitu minyak
kelapa hasil yang diperoleh dari warna kuning jernih menjadi warna bening dan
dari warna bening tetap bening.
12. sampel
minyak nabati yang lain yaitu minyak kacang tanah, diperoleh perubahan warna
pada kelompok 2 dari kuning keruh menjadi kuning jernih, begitu pula pada
kelompok 9 juga sama dengan kelompok 2.
13. Kualitas
minyak yang baik karena menghasilkan warna bening atau jernih.
14. Pada
sampel lemak ayam kelompok 4 dengan penambahan arang aktif sebanyak 0,203 gr,
berat minyak ayam yang sebelumnya 10 gr menjadi 5,6 gr.
15. arang
aktif yang paling baik untuk menyerap
asam lemak bebas adalah pada sampel lemak sapi kelompok 6 yang ditambah
1 % arang aktif, yang berakibat pula terhadap hasil berat akhir setelah
disaring dari berat sampel awal 10,5 gr menjadi 4,5 gr.
16. Dengan penambahan absorben kotoran dalam
minyak akan terserap absorben sehingga terjadi susut berat (loss).
Daftar Pustaka
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. UI-Press. Jakarta.
Darmawan, Agus Dwi.
2008. Glosari. Diakses tanggal 22 Mei 2008. http://jurnalnasional.com/?med+koran%20Harian&sec=sains%20dan%20Teknologi.
Gunstone, Frank D. 2002. Vegetable Oils In Food Technology Composition, Properties and Uses. Blackwell Publishing. France.
Hassanein, M. M. M., S.M. El- Shami and F.S. Taha.
2011. Evaluation Of Peanut Hulls As An
Alternative To Bleaching Clays. Grasas Y Aceites, 62 (3), 299-307.
Hendra,
Djeni. 2007. Pembuatan Arang Aktif Dari Limbah Pembalakan
Kayu Puspa Dengan Teknologi Produksi Skala Semi Pilot. http://www.forda-mof.org/files/1038%20Jurnal%20arang%20aktif%202007-DJENI.pdf.
Hermanto, Sandra, Anna Muawanah, Rizkina Harahap.
2008. Profil dan Karakteristik Lemak
Hewani (Ayam, Sapi dan Babi) Hasil Analisa FTIR dan GCMS. Program Studi
Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta :102-109.
Ketaren,
S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.
Mounts,T.L. 1981. Chemical and Physical Effects of Processing Fats and Oils The
Journal Of The American Oil Chemists·Society. Vo1.58. No.1. Pages:51A-54A.
Rosita, A. F. dan Wenti
Arum Widasari. 2009. Peningkatan Kualitas
Minyak Goreng Bekas dari KFC dengan Menggunakan Adsorben Karbon Aktif. http://eprints.undip.ac.id.
Diakses Tanggal 01 Mei 2012 pukul 12.05
WIB.
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan
Profesi Jilid I . Dian Rakyat. Jakarta.
Suhartono, Jono, Carlina Noersalim, Putri L.
Mustari, Dine M. Olivia. 2011. Pengaruh
Kecepatan Pengadukan pada Bleaching Minyak Dedak Padi Melalui Proses Adsorpsi
Menggunakan Arang Tulang Aktif. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan” Pengembangan Teknologi
Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 22
Februari.
Widarta, I
Wayan Rai, Nuri Andarwulan, Tri Haryati. 2008. Kendali Proses Deasidifikasi dalam Pemurnian
Minyak Sawit Merah Skala Pilot Plant. Prosiding SeminarPATPI,
Palembang, 14-16 Oktober :1071-1080.
Widayat, Suherman dan K Haryani. 2006. Optimasi Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bekas
dengan Adsorbent Zeolit Alam : Studi Pengurangan Bilangan Asam. Jurnal
Teknik Gelagar Vol. 17, No 01, April : 77 - 82
Wijayanti,Ria. 2009. Arang Aktif Dari Ampas Tebu Sebagai Adsorben Pada Pemurnian Minyak Goreng
Bekas. Skripsi Departemen Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam Institut Pertanian Bogor
Winarno,F.G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
ganti fontnya ya
BalasHapus